Selasa, 03 Mei 2011

PANCASILA DALAM BERWARGANEGARA

TUGAS KEWARGANEGARAAN
PANCASILA DALAM BERWARGANEGARA

NAMA:
GEO PANJI IRAWAN

NPM:
42210973

KELAS:
1DA03

UNIVERSITAS GUNADARMA








KATA PENGANTAR


Assalamualaikum wr. Wb

Pertama-tama saya ucapkan syukur pada Allah SWT yang telah memberi rahmat kepada kita berupa kesehatan sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tanpa halangan apa pun.
Demikian kata-kata dari saya dan apabila ada kata yang tidak berkenan di hati anda saya mohon maaf, dan kami harapkan kritik dan saran dari pembaca itupun demi kesempurnaan dan kemajuan makalah yang telah saya buat.
Wassalamualaikum wr. Wb


Jakarta,05-Mei-2011




(Geo Panji Irawan)







Pancasila-dalam-kehidupan-berbangsa & Berwaganegara

Pancasila sebagai dasar negara dan landasan idil bangsa Indonesia, dewasa ini dalam zaman reformasi telah menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman disintegrasi selama lebih dari lima puluh tahun. Namun sebaliknya sakralisasi dan penggunaan berlebihan dari ideologi Negara dalam format politik orde baru banyak menuai kritik dan protes terhadap pancasila.
Sejarah implementasi pancasila memang tidak menunjukkan garis lurus bukan dalam pengertian keabsahan substansialnya, tetapi dalam konteks implementasinya. Tantangan terhadap pancasila sebagai kristalisasi pandangan politik berbangsa dan bernegara bukan hanya bersal dari faktor domestik, tetapi juga dunia internasional.
Pada zaman reformasi saat ini pengimplementasian pancasila sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena di dalam pancasila terkandung nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Selain itu, kini zaman globalisasi begitu cepat menjangkiti negara-negara di seluruh dunia termasuk Indonesia. Gelombang demokratisasi, hak asasi manusia, neo-liberalisme, serta neo-konservatisme dan globalisme bahkan telah memasuki cara pandang dan cara berfikir masyarakat Indonesia. Hal demikian bisa meminggirkan pancasila dan dapat menghadirkan sistem nilai dan idealisme baru yang bertentangan dengan kepribadian bangsa.
Implementasi pancasila dalam kehidupam bermasyarakat pada hakikatmya merupakan suatu realisasi praksis untuk mencapai tujuan bangsa. Adapun pengimplementasian tersebut di rinci dalam berbagai macam bidang antara lain POLEKSOSBUDHANKAM.

1. Implementasi Pancasila dalam bidang Politik
Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus mendasarkan pada dasar ontologis manusia. Hal ini di dasarkan pada kenyataan objektif bahwa manusia adalah sebagai subjek Negara, oleh karena itu kehidupan politik harus benar-benar merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat manusia.
Pengembangan politik Negara terutama dalam proses reformasi dewasa ini harus mendasarkan pada moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila pancasila dam esensinya, sehingga praktek-praktek politik yang menghalalkan segala cara harus segera diakhiri.

2. Implementasi Pancasila dalam bidang Ekonomi
Di dalam dunia ilmu ekonomi terdapat istilah yang kuat yang menang, sehingga lazimnya pengembangan ekonomi mengarah pada persaingan bebas dan jarang mementingkan moralitas kemanusiaan. Hal ini tidak sesuai dengan Pancasila yang lebih tertuju kepada ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang humanistic yang mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas (Mubyarto,1999). Pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan saja melainkan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh masyarakat. Maka sistem ekonomi Indonesia mendasarkan atas kekeluargaan seluruh bangsa.

3. Implementasi Pancasila dalam bidang Sosial dan Budaya
Dalam pembangunan dan pengembangan aspek sosial budaya hendaknya didasarkan atas sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Terutama dalam rangka bangsa Indonesia melakukan reformasi di segala bidang dewasa ini. Sebagai anti-klimaks proses reformasi dewasa ini sering kita saksikan adanya stagnasi nilai social budaya dalam masyarakat sehingga tidak mengherankan jikalau di berbagai wilayah Indonesia saat ini terjadi berbagai gejolak yang sangat memprihatinkan antara lain amuk massa yang cenderung anarkis, bentrok antara kelompok masyarakat satu dengan yang lainnya yang muaranya adalah masalah politik.
Oleh karena itu dalam pengembangan social budaya pada masa reformasi dewasa ini kita harus mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai yaitu nilai-nilai pancasila itu sendiri. Dalam prinsip etika pancasila pada hakikatnya bersifat humanistic, artinya nilai-nilai pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya.
4. Implementasi Pancasila dalam bidang Pertahanan dan Keamanan

Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu masyarakat hukum. Demi tegaknya hak-hak warga negara maka diperlukan peraturan perundang-undangan negara, baik dalam rangka mengatur ketertiban warga maupun dalam rangka melindungi hak-hak warganya.
Oleh karena pancasila sebagai dasar Negara dan mendasarkan diri pada hakikat nilai kemanusiaan monopluralis maka pertahanan dan keamanan negara harus dikembalikan pada tercapainya harkat dan martabat manusia sebagai pendukung pokok negara. Dasar-dasar kemanusiaan yang beradab merupakan basis moralitas pertahanan dan keamanan negara.
Oleh karena itu pertahanan dan keamanan negara harus mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila. Dan akhirnya agar benar-benar negara meletakan pada fungsi yang sebenarnya sebagai suatu negara hukum dan bukannya suatu negara yang berdasarkan atas kekuasaan.

Negara dan Agama: Lagu Nasional, Pancasila dan Islam

Ketika saya membaca sebuah buku berjudul And God Knows The Soldier: The Authoritaritative and Authoritarian in Islamic Discourse karya Khaled Abou El Fadl, saya terkejut mengetahui bahwa yang mendasari penulisan buku itu adalah karena peristiwa seorang pemain basket muslim Amerika yang tidak mau berdiri serta menyanyikan lagu saat lagu nasional Amerika dikumandangkan. Kejadian itu mendapat kritik keras dari warga Amerika. Alasannya mengapa pemain basket itu tidak mau melakukan sebagaimana khalayak ramai adalah karena lagu nasional Amerika merepresentasikan sejarah penindasan dan perbudakan terhadap warga Amerika keturunan Afrika. Namun kemudian institusi keagamaan dalam hal ini sebuah organisasi massa Islam mengapresiasi tindakan pebasket tersebut dengan dalil-dalil agama berikut fatwa pengharaman.

Saya langsung teringat dengan pengalaman pribadi beberapa tahun silam ketika saya baru lulus s1. Dalam acara wisuda yang diadakan oleh universitas, ternyata ada dan bahkan banyak jumlahnya dari peserta wisuda yang melakukan hal yang sama, yaitu tidak mau menyanyikan lagu nasional Indonesia dan ikut membaca Pancasila. Dalam pikiran saya terbersit, apakah fenomena ini bisa dianggap biasa?

Indonesia yang telah menjadi sebuah nation state yang terbentuk dari beberapa kerajaan-kerajaan di Nusantara merupakan sebuah prestasi yang luar biasa. Rangkaian sejarah masa lalu yang berliku telah memberikan sebuah ciri dan identitas tersendiri akan kebangsaan. Masyarakat majemuk, plural dan heterogen yang kemudian disebut Indonesia. Perbedaan suku, ras, agama dan asal adalah substansi sebuah negara kesatuan di tanah air ini. Namun satu hal yang menjadi sorotan adalah bahwa sejarah bangsa ini yang terus hidup kadang menjadi ‘yang terlupakan’ bahkan ‘tak dipikirkan’ sama sekali dalam menggagas sebuah sikap masyarakat yang mencirikan pluralis dan toleran.

Bagaimana sebuah pemahaman dan penerimaan atas kemajemukan itu sendiri yang nampaknya masih rapuh. Jika ditengok dari dua kasus di atas, mungkin sebuah lagu atau sebuah dasar negara bagi rakyat Indonesia bukanlah hal yang sakral. Namun bagaimana sesuatu yang tidak sakral itu kemudian dibantah dengan hal lain yang dianggap sangat sakral, entah itu primordialisme, bahasa atau bahkan ajaran agama. Inilah yang menurut saya timpang. Dalam fenomena kedua, mereka para calon sarjana yang tidak mau menyanyikan lagu kebangsaan itu didasari oleh pemahaman kaku akan sakralitas agama, pemahaman yang menurut saya kontra produktif dalam diskursus kewarganegaraan.

Pertanyaan utamanya adalah mengapa manusia harus dibenturkan dengan Tuhan? suatu tindakan yang pada dasarnya adalah tidak patut dilakukan. Manusia mempunyai realitasnya sendiri, salah satunya adalah berbangsa dan berwarganegara. Inilah persepsi saya untuk menolak jika agama harus dilembagakan menjadi sebuah institusi negara, agama terletak pada wilayah personal umat. Islam sebagai agama mayoritas orang Indonesia adalah representasi dari keyakinan 89% penganutnya, sedangkan Indonesia sebagai sebuah negara kesatuan merepresentasikan 100% orang warga negaranya baik itu yang mayoritas agamanya Islam maupun yang minoritas penganut agama lain.

Oleh karena itu sebagai seorang Indonesia yang muslim maka menyanyikan lagu kebangsaan bukanlah menyalahi ajaran agama, demikian pula dengan membaca pancasila sebagai dasar negara. Kejadian yang serupa seperti membakar dan menginjak bendera merah putih, mungkin secara logika bendera itu hanyalah kain dengan warna merah dan putih dan tidak ada bedanya jika ditambah warna pelangi sekaligus. Namun bandingkan jika pada bendera itu ada tulisan Arab yang membentuk lafaz Allah. Apa jadinya masyarakat muslim Indonesia mengetahui bendera itu diinjak-injak, mereka menganggap tulisan tersebut serta merta sakral karena tertera lafaz Allah yang direpresentasikan dengan bahasa Arab. Logika langsung berubah menjadi rasa, yang semula abjad huruf menjadi keyakinan ajaran. Lalu bagaimana dengan membakar bendera hijau dengan tulisan Arab La ilaaha illa Allah yang berarti tidak ada Tuhan selain dengan gambar pedang di bawahnya yang merepresentasikan bendera bangsa Saudi Arab? Apakah ada yang berani membakarnya, atau ketika ada orang yang membakar bendera itu sebagai bendera negara atau teks agama?











Daftar Pustaka

filsafat.kompasiana.com/.../negara-dan-agama-lagu-nasional-pancasila-dan-islam
http://putracenter.net/2010/04/05/implementasi-pancasila-dalam-kehidupan-berbangsa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar